Minggu, 14 Februari 2010

Menanti Gerimis Di Sahara Peradaban

Karya Yang Tulus Dari : Abi Alfin Yatama El Fikri

Melepas dahaga jiwa dengan setetes zikir
Di tengah gurun kefanaan, di sela-sela semak kebodohan yang kerontang
Merindukan samudera  cinta yang menuangkan ketulusan
Akan kami hadapi seribu misteri dengan gerimis air mata sufi
Lalu duniapun akan menjadi muda lagi.
Tapi kesementaraan duniawi adalah fakta
Segala datang begini dan segera pergi begitu
Terasa begini dekat dan begitu jauh
Semua  akan bergumul di satu titik kematian.
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)



     Mengapa Harus Risau?
Sikap bodoh sering menghiasi jenjang sejarah
Berdebat dengan waktu, Berpolemik dengan keadaan
Berdiskusi panjang lebar tentang masalah yang itu-itu juga
Tertawa terbahak-bahak atas perbedaan pendapat yang dipertajam-tajam
Lalu tidur mendengkur di atas kebenaran yang makin kabur

Tiba-tiba si penghianat berteriak seperti pahlawan
Semua terkagum tanpa mau berfikir sedikitpun
Al-qur’an dan Sunnah diam-diam terus mengayak
Menghasilkan butiran mutiara yang makin terpencil, terkucil dari tradisi yang kini
Bingung di tebing sejarah lalu diam menyimpan risau
Sementara yang lain hanya pasir-pasir terserak,
Kumpulan debu di sahara peradaban yang makin kerontang

Sudahlah, kataku, Tak ada yang perlu dirisaukan lagi….
Tugas kita hanya menyampaikan
Tugas kita hanya menyeru dan mengajak
Jangan lagi berpolemik di atas cabang dan ranting
Turunlah ke pokok dan bersemayamlah di akar-akar
Itu lebih baik di musim yang penuh badai seperti ini

Meneguhkan hati, menunggu keputusan yang turun dari langit…
Dan kemenangan itu pasti diraih walau hanya sendirian…
Karena keramaian tidak selalu memberikan jaminan dan kekuatan
Keramaian hanya sorak sorai penonton tanpa mau beranjak sedikitpun
Sementara kita bergerak jauh dengan hati yang hati-hati,
Menyulam argumentasi dengan dalil, akal, dan benang-benang hikmah
Sudahlah, kataku, ambillah sikap tegas dalam kelembutanmu
Dengan air, kita padamkan api
Lana a’maluna walakum a’malukum, salamun’alaikum…!
Lalu, mengapa harus riasu?
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)


Aku bersama mereka yang berjuang…

Mereka yag meniti jalan kebenaran untuk menjemput kematian yang diredhoi…
Bila mereka itu seribu orang banyaknya, maka aku satu di antara mereka,
Bila mereka seratus, maka aku satu di antara mereka,
Bila mereka itu sepuluh, akupun satu di antara mereka,
Dan bila mereka itu ternyata hanya seorang saja, maka akulah yang seorang itu!


Hanya itu

Bagai air yang teguh mengikuti perubahan riak dan arus,
Tanpa harus kehilangan jati diri,
Bagai angin yang berani menghadang musim,
Begitulah jiwa optimis yang selalu berani menjawab masa.
Mestinya ada keberanian untuk memilih waktu antara waktu di lintas zaman,
Karena ada masa tak mesti banyak bicara,
Ketika waktu kini menuntutmu gemilang dalam prestasi…..
Hanya itu….!



Dimensi Harapan Dalam Diamku

Ingin kukabarkan pada semua makhluk bahwa aku sedang gelisah,
Tapi semua makhluk ternyata sedang sibuk dengan kegelisahan yang lebih parah,
Ingin pula kusampaikan beratus ribu harapan,
Tapi semua malah sedang gundah dengan beratus juta  harapan yang terpendam
Lalu aku terpaku nampak seperti diam,
Padahal segala potensi masih saja bergerak dalam dimensi lain,
Kesabaran bagai kegelisahan dalam masa tunggu yang diredam
Diam-diam kujinjing doa yang tadi malam
Diamku kini melampaui segala dimensi gerak, walau waktu selalu menuntut banyak kreatifitas,
Tapi kreatifitas yang paling hakiki hanya wujud dalam  dalam hati yang tawakkal
Aku butuh waktu untuk buktikan sesuatu,
Tapi waktu seakan pupus,
Lalu Siapa sesungguhnya yang mengatur waktu?
Di Tangan-Nya semua bukti menjadi janji, bagiku tak ada jalan lain, harus kutunggu!
Bila potensiku tak lagi mampu menguasai waktu,
Maka kelak waktu yang menguasaiku hingga segala dimensi tak lagi ada batas,
Hanya surga yang mendindingi segala kreatifitasku,
Ketika akal, hati, dan nafsu tak lagi bertikai
Itu harapanku dalam diam!
                            (Pekanbaru, 12 Feb 2010)


Hanya satu jalan
Anakku…,
Biar waktu berpacu melaju,
Biar hari mencabik dimensi masa,
Biar gelisah menggenangi semua ruang di hatimu,
Namun kinimu mesti gemilang dalam prestasi.
Memang,
Adakala keteguhan hati dihadang gelisah,
Kala itu kesabaran bagai tepian tebing yang menahan derasnya gelombang,
Maka jangan hiraukan riak karena nanti ia akan menepi sendiri.
Selagi ada masa,
Maka tak ada yang mesti dirisaukan,
Karena setiap potensi selalu punya jalan,
waktu hanyalah masa tunggu yang menguji kesabaran,
dan doa selalu memancang harapan dalam hati yang optimis.
Ternyata jalan menuju sukses hanya satu saja; berani berbuat,
Selebihnya terserah Allah…
Ya, hanya satu jalan, tawakka kepada Allah..!
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)

Rasa Malu
Betapa hari ini kita kehilangan banyak rasa malu,
Karena kesibukan belajar hanya untuk mengisi otak,
Tapi mengapa kita malah lupa bagaimana menggunakan isi otak itu,
Agar justru punya rasa malu.
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)

Kemelut Di Biru Cinta..

Jangan lagi bicara tentang cinta bila hati tak pernah rela,
Karena cinta adalah rahasia kerelaan hati,
Ketika sikap dan perbuatan mesti berani diuji dengan iman dan pengorbanan.
Sementara kebencian selalu ditindih masa suram,
Dan kemarahan hanyalah dengki yang bersembunyi di balik kebodohan yang primitif,
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)

Pesona-Mu

Duhai
Betapa pesona-Mu mampu menghalau sejuta duka di hatiku,
Menepis sepi di lintas hariku yang dikepung gelisah,
Biar hanya nama-Mu saja dalam hatiku,
Allahu akbar!!!
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)


Menghadang Kemelut Jiwa
Bagai menggembala waktu,
Dan membiarkan hari menempuh jalan melintasi zaman,
Menahan sejuta rasa yang menggenangi hati adalah tabiat dunia,
Betapa mencintai-Mu memang tak mudah,
Tapi membenci-Mu malah tak mungkin,
Allahu akbar!!!
Biar kuhadang segala kemelut
Selagi aku bisa
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)

Merajut Sejuta Pinta Pada-Nya…
Hidup tak cukup dengan satu harap saja,
Karena dunia punya banyak ruang yang serba pinta,
Hanya doa yang bisa menghimpun semuanya dalam hati yang membangun harap,
Dan sujud di ujung malam adalah sejuta pintu bagi hamba yang meminta.
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)

Jihad fi sabilillah….
Cinta pada-Mu tak lagi kemilau seperti dulu,
Rindu haru tak lagi biru,
Hidup kini hanya menghitung hari penuh ragu,
Di negeri ini kami belajar menjadi dungu,
Seperti keledai tua yang menunggu waktu
Betapa waktu kini tak lagi memberi peluang untuk sekedar bicara tentang apa adanya,
Sedang para pendusta kian mahir saja memakai kiasan,
Agar tampak begitu mu
lia dan bersahaja,
Tampil bagai sufi dengan hati menyimpan dengki dan tangan  yang penuh bara,
Lalu membiarkan otak dipenuhi sampah dunia,
Membusuk di liang zaman yang serakah,
Jangankan berbuat sesuai nurani,
Berfikirpun tak lagi punya keberanian walau sejengkal tangan
Cinta pada-Mu tak lagi kemilau seperti dulu,
Hidup bagai melintas cepat bergegas hanya menyeret gerbong kosong melompong,
Merisaukan tentang segala yang akan ditinggalkan hanyalah penyesalan,
Sedang bekal hanya dalam genggaman hayalan semata,
Lalu hati bergumul dalam kemelut nurani yang tak sudah-sudah,
Membiarkan nafsu menjadi tuhan,
Merajai semua kehendak dan asa dalam cita-cita yang semu
Duhai,
Mestinya hidup bisa menapaki waktu untuk mengukir jalan kematian,
Sebab kemuliaan hidup mesti kutitip di ujung kematian yang diredhoi,
Betapa mulianya….
Jihad fi sabilillah….   
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)


Mukjizat Cinta…
Getar dzikir bagai melodi yang membunuh sepi,
Tafakkur jadi nyanyian kerinduan di ujung malam,
Itulah mukjizat cinta pada-Mu yang berkelebat melintasi waktuku kini,
Menuju dimensi lain yang diredhoi…
(Pekanbaru, 12 Feb 2010)


Jangan Biarkan Kami Sendirian…!
Duhai…
Jangan biarkan kami sendirian dalam menempuh jalan penuh duri ini
Sumber cahaya telah menjauh,
Sedang jejak-jejak kebenaran hanya tersibak  melalui lentera ulama yang kian redup
Betapa I’tikad bahtih menjadi satu-satunya kekuatan, satu-satunya harapan
Menelusuri jalan yang dulu pernah ditempuh oleh para pencari kebenaran,
Jangan giring kami ke sahara taqlidmu, lalu bergegas-gegas mengekor saja pada lintas sejarahmu yang kabur
Karena kami punya akal dan hati sendiri yang bisa kami gunakan
Di tangan kami ada dua lentera yang dititipkan…Al-qur’an dan Assunnah
Tapi jangan biarkan kami sendirian!
 (Pekanbaru, 12 Feb 2010)

5 komentar:

  1. Bolehlah...
    Ana dapat inspirasi banyak dari sini,
    emang abi betul2 sufi ya? hehehe canda aja!

    BalasHapus
  2. Nyanyian Sufi yang sedang gundah....
    kini terbang mengembara entah kemana...
    mencari apa atau siapa???
    seperti kupu-kupu yang terbang rendah
    nyaris kandas...

    BalasHapus
  3. informasi yang sangat membantu, lanjutkan terus karyanya brad =D

    BalasHapus
  4. Informasi yang sangat bermanfaat :)
    http://goo.gl/kPQaoD
    http://goo.gl/Mb1qUy

    BalasHapus